Safwanquran.com – Bayangkan seorang pemuda yang tumbuh di tengah masyarakat yang menyembah berhala, bahkan ayahnya sendiri adalah pembuat patung-patung sesembahan tersebut. Saat kebanyakan orang mengikuti tradisi turun-temurun tanpa mempertanyakan tradisi tersebut, pemuda ini justru berani berkata, “Mengapa kita menyembah benda yang tidak bisa berbuat apa-apa?”.
Pemuda ini adalah Nabi Ibrahim. Sosok yang kemudian dikenal sebagai salah satu ulul azmi yang penuh keteguhan hati. Ia tidak hanya menghadapi berbagai ujian berat, tetapi juga berdiri teguh mengemukakan kebenaran, meskipun harus berhadapan langsung dengan ayahnya dan menentang kepercayaan rakyatnya, bahkan berdebat dengan Raja Namrud yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan.
Dalam tulisan ini, kita akan menelusuri perjalanan dakwah Nabi Ibrahim dan mengambil pelajaran berharga yang tetap relevan dalam kehidupan kita saat ini.
Perjalanan Dakwah Nabi Ibrahim
Meski masih muda, keberanian Nabi Ibrahim untuk menyuarakan kebenaran dimulai dari lingkaran terdekatnya sendiri, yaitu keluarganya. Ia memilih langkah pertama yang paling berat dengan menasehati sang ayah, seorang pembuat patung berhala yang menjadi panutan banyak orang kemudian kepada kaumnya, sampai kepada raja namrud.
Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Ayahnya
Langkah pertama dalam dakwah Nabi Ibrahim dimulai dari orang yang paling dekat dengannya. Nabi ibrahim berdakwah kepada ayahnya sendiri. Meskipun ayahnya dikenal sebagai pembuat patung berhala yang disembah banyak orang, Ibrahim tidak langsung menentangnya secara keras. Sebaliknya, ia memulai percakapan dengan nada lembut dan penuh kasih, menyapa dengan sebutan ‘Yaa abati’ yang berarti Wahai ayahku yang tercinta.
Dengan penuh hormat, Ibrahim mengajak ayahnya untuk meninggalkan penyembahan berhala yang tidak memberi manfaat dan beralih menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan seluruh alam.
Namun, ajakan itu ditolak, dan ayahnya bahkan mengancam akan mengusirnya jika ia tetap mempertahankan keyakinannya. Meskipun mengalami penolakan, Ibrahim tidak membalas dengan kemarahan. Ia memilih bersabar, menunjukkan kasih sayang, dan terus mendoakan agar ayahnya diberikan petunjuk serta dijauhkan dari siksa.
Yang menarik, Ibrahim berargumen bukan dengan emosi, melainkan dengan logika. Ia mengajak ayahnya berpikir, bagaimana mungkin patung yang tidak mampu mendengar, melihat, atau menolong dianggap sebagai tuhan? Pertanyaan-pertanyaan sederhana ini secara halus membantu Ibrahim mengarahkan ayahnya agar menyadari bahwa penyembahan berhala hanyalah kesesatan.
Sikap santun dan kebijaksanaan Ibrahim ini terekam dalam Al-Qur’an, menjadi contoh abadi bahwa dakwah yang menyentuh hati harus disampaikan dengan kasih sayang, kesabaran, dan hikmah, bahkan saat menyasar orang terdekat sekalipun.
Meski upayanya menasihati sang ayah tak membuahkan hasil, Nabi Ibrahim tidak berhenti di situ. Setelah mencoba membimbing keluarganya, ia mulai melangkah lebih jauh dengan menyampaikan kebenaran kepada masyarakat luas yang juga tenggelam dalam penyembahan berhala.
Dakwah Kepada Kaumnya
Setelah usaha Nabi Ibrahim untuk membujuk ayahnya gagal, ia tidak langsung menyerah. Ia malah melangkah lebih jauh, menghadapi tantangan yang lebih besar lagi, nabi ibrahim berdakwah kepada seluruh kaumnya.
Saat itu masih menyembah berhala dan benda-benda langit untuk beralih ke jalan yang benar. Saat itu, masyarakat sekitar mereka percaya bahwa bintang, bulan, dan matahari adalah tuhan yang layak disembah.
Namun, Ibrahim dengan tenang dan penuh pengertian mengajak mereka berpikir logis. Ia menunjukkan bahwa benda-benda langit itu tidak kekal. Bintang bisa meredup, bulan bisa hilang di balik gelap malam, dan matahari pun tenggelam saat senja.
Jika semuanya bisa hilang dan berubah, lalu bagaimana mereka bisa menyebutnya sebagai Tuhan?
Ibrahim menegaskan bahwa Tuhan sejati adalah Allah, Yang Maha Kekal dan Maha Pencipta, yang tidak pernah mati dan mengatur seluruh jagat raya. Ia juga mengingatkan bahwa menyembah patung buatan sendiri hanyalah kebodohan, karena patung itu tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, apalagi memberi pertolongan.
Oleh karena itu, saat nabi ibrahim berdakwah kepada kaumnya untuk meninggalkan semua sesembahan palsu itu dan kembali menyembah Allah semata.
Sayangnya, ajakannya tidak langsung diterima baik. Banyak dari mereka menolak, bahkan mengejek dan mulai memusuhi Ibrahim. Meskipun begitu, Ibrahim tetap sabar dan teguh dalam berdakwah.
Salah satu momen terkenal adalah ketika dia menghancurkan semua patung berhala di tempat ibadah mereka, hanya meninggalkan satu patung terbesar. Ketika mereka marah dan menuduhnya, Ibrahim dengan tenang berkata, “Mungkin saja patung besar itu yang melakukannya.” Kata-kata itu membuat mereka terdiam, menyadari bahwa patung tersebut jelas tidak mampu berbuat apa-apa.
Tindakan ini bukan hanya sebagai bentuk perlawanan, tetapi juga sebagai cara cerdas untuk menyadarkan kaum mereka agar mereka berpikir jernih.
Baca Juga: Jejak Telapak Kaki Nabi Ibrahim yang Diabadikan di Makkah
Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Raja Namrud
Setelah gagal menyentuh hati kaumnya, Nabi Ibrahim menghadapi tantangan yang jauh lebih besar. Nabi ibrahim berdakwah kepada Raja Namrud, penguasa yang arogan dan menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Dengan penuh keberanian, Ibrahim datang bukan marah-marah, tetapi dengan ketegasan dan logika yang tajam. Ia mengajak Namrud untuk menyadari bahwa hanya ada satu Tuhan sejati, Allah Yang Maha Kuasa, satu-satunya yang berhak disembah.
Dalam debat itu, Nabi Ibrahim menegaskan bahwa kekuasaan yang sejati hanya milik Allah, karena hanya Dialah satu-satunya yang mampu menghidupkan dan mematikan. Namrud dermawan membantah dengan sikap angkuh, berkata bahwa ia juga bisa “menghidupkan dan mematikan” dengan cara membebaskan seseorang dari hukuman mati dan mengeksekusi orang lain.
Mendengar jawaban itu, Ibrahim tetap tenang dan tidak terpancing emosi. Ia justru mengajukan pertanyaan yang membuat semua orang terdiam. “Kalau begitu, bisakah engkau menciptakan matahari terbit dari barat? Sedangkan Allah setiap hari menerbitkannya dari timur?” Pertanyaan itu menghantam keangkuhan Namrud.
Tidak satu pun kata yang keluar dari mulut sang raja. Ia terdiam, kalah oleh kekuatan logika yang sederhana tak terbantahkan. Meski diancam, Nabi Ibrahim tetap teguh dan yakin dengan keyakinannya, tak sedikit pun menunjukkan rasa takut terhadap kekuasaan duniawi yang palsu.
Peristiwa nabi ibrahim berdakwah kepada raja namrud ini, kemudian tercatat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 258. Menjadi saksi bahwa kesombongan manusia tidak akan pernah mampu menandingi kekuasaan Allah. Meski Namrud akhirnya tetap menolak kebenaran, kisah ini mengajarkan kita bahwa keberanian, keteguhan hati, dan kecerdasan adalah kunci untuk menyampaikan kebenaran, sekaligus memperkuat iman bagi siapa pun yang ingin berjalan di jalan tauhid.
Hikmah Perjalanan Dakwah Nabi Ibrahim
Perjalanan Nabi Ibrahim berdakwah kepada ayah, kaum dan raja Namrud adalah kisah penuh teladan yang menginspirasi. Ia memulai langkahnya dengan penuh kelembutan kepada ayahnya, membawakan nasehat penuh kasih meskipun mendapatkan penolakan dan ancaman.
Kemudian, ia berani menentang kaumnya yang tenggelam dalam penyembahan berhala dan benda-benda langit, dengan menggunakan logika dan pemikiran tajam untuk menyentuh hati mereka agar kembali kepada tauhid.
Akhirnya, ia berdiri dengan keberanian luar biasa di hadapan Raja Namrud, penguasa yang angkuh, membungkam kesombongan sang raja melalui hujjah yang tak terbantahkan.
Baca Juga: Strategi Dakwah Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an
Penutup
Kisah nabi ibrahim berdakwah kepada ayahnya, kaum-kaumnya dan juga raja namrud, mengingatkan kita bahwa menyampaikan kebenaran tidak hanya soal keberanian. Tetapi juga membutuhkan kesabaran, kecerdasan, dan kelembutan hati. Ia menunjukkan bahwa berdakwah bukan tentang memaksa, melainkan mengajak secara bijaksana, memberi contoh teladan, dan tetap teguh meskipun menghadapi penolakan.
Kalau kamu sedang mencari Al-Qur’an yang nyaman dibaca, dan juga bisa mendukung proses kamu belajar al-qur’an, miliki Safwan Quran sekarang juga! Safwan qur’an memiliki banyak pilihan yang bisa disesuaikan dengan pembacanya. Mulai dari anak-anak, yang baru mulai belajar, sampai yang sedang menghafal.
Selain tampilannya rapi dan modern, safwan quran juga memiliki fitur yang sangat lengkap. Ada tajwid warna, transliterasi latin, sampai QR video yang bikin belajar Qur’an jadi lebih mudah dan menyenangkan. Harganya juga ramah di kantong, plus gampang didapatkan. Dan kabar baiknya, bisa langsung dikirim ke seluruh Indonesia.